Surat Sulteng, Seperti biasanya,
dalam pelaksanaan wisuda, demi efisiensi dan kebersamaan, Rektor Universitas
Tadulako, Ketua Senat dan seluruh anggota senat selalu berkumpul di rektorat
sebelum menunju tempat pelaksanaan wisuda dengan menggunakan bus kampus. Dalam
suasana seperti itu, terlihat keceriaan dan kegembiraan di antara anggota senat
saling berbagi cerita ringan sekadar mengisi waktu luang di sela-sela santap
pagi bersama. Ada putu, woku, nasi kuning, hingga kue-kue kampung yang
mencerminkan kemajuan yang tetap menjaga nilai-nilai tradisional.
Namun, pada wisuda 107-108 ada
pemandangan yang berbeda. Tiba-tiba ada hal yang tidak biasanya. Terjadi
obrolan kecil, walau suara dengan volume yang fluktuatif, dari agak “haur”
hingga sangat jelas terdengar oleh anggota senat dan staf yang kebetulan berada
di sepanjang lorong depan ruangan Rektor Universitas Tadulako Prof Dr Ir H
Mahfudz MP. Dari suara yang bersahutan itu, ternyata diperankan oleh dua dosen
senior, yakni Prof Dr Ir Muhammad Basir Cyio, SE.MS.IPU.ASEAN Eng dengan Dr Ir
Muhammad Nur Sangaji MS.
Prof Basir bergeser sekitar 1
meter dari tempat duduknya mendekati posisi Dr Nur Sangaji yang memang duduk
berhadapan. Entah ini faktor kebetulan atau tidak, yang jelas, karena duduk di
kursi yang ada di lorong tersebut, jarak di antara anggota senat yang sedang
menunggu waktu keberangkatan menuju tempat wisuda, tak lebih dari 1,5 meter.
Prof Basir berdiri tegak di depan kursi Nur Sangaji, sembari terdengar beberapa
pertanyaan dan jawaban. Yang kami sempat dengar (mohon maaf kalau keliru)
adalah:
Prof BC: siapa yang menulis di
media yang tidak bisa membedakan antara Jurnal Predatory dan Tulisan yang
Plagiat?
Dr NS: bukan saya
Prof BC: lalu siapa?
Dr NS: itu, yang dosen FISIP
Prof BC: iya, siapa namanya yang
dosen FISIP?
Dr NS: ehh, siapa itu, oh Nasrum
Prof BC: tapi kan, sumbernya
jelas yaitu KPK dan Anda di situ?
Dr NS: tapi bukan saya yang tulis
itu, Nasrum, lalu dia serahkan ke Jamaluddin
Prof BC: Jamaludin siapa?
Dr NS: Jamaluddin
Mariajang, lalu anak-anak yang share
Prof BC: tapi nama Anda kan
ada di situ?
NS: iya, tapi sama sekali
saya tidak tahu menahu itu, itu Nasrum. Makanya saya bilang, adik-adik itu
keliru, itu bukan saya yang tulis (Entah anak-anak yang dia maksud siapa. Yang
menulis berita di MAL atau anakuntad.com atau Anak Muda Tadulako (AMT) yang
sedang menyusun laporan ke Polda Sulteng).
Pokoknya adik-adik yang dimaksud,
tidak jelas. Dialog terus berlangsung, semakin lama semakin dalam walau
berlangsung singkat. Puluhan pasang matapun mulai tertuju menyaksikan suasana dialogis
itu. Dr Nur Sangaji tetap duduk manis sementara Prof Basir tetap berdiri karena
memang sudah agak jauh dari tempat duduknya
Terlepas dari itu semua,
rangkaian obrolan yang tergambar sebagai “insiden sosial” kecil dari dua pihak
yang berkomunikasi, tertangkap bahwa ada orang lain yang menulis di luar
anggota KPK, lalu tulisan itu diserahkan kepada KPK untuk dipublikasi. Hal ini
wajar, sekaligus ada yang tidak wajar. Yang wajar adalah, anggota KPK meminta
dituliskan apa yang diinginkan untuk dipublikasi di media yang dianggap dapat
menyalurkan Hasrat mereka untuk menyerang orang-orang tertentu yang dibenci dan
tidak disenangi. Mereka pun dengan bangganya menyebut sederet nama, termasuk
nama saya, tanpa mempertimbangkan aspek lain yang akan muncul kemudian. Jadi
sudah jelas bahwa yang menulis adalah Nasrum dan disalurkan ke media oleh
anggota KPK, sebagaimana pengakuan Dr Nur Sangadji. Dengan demikian, Nasrum
juga harus menjadi bagian sebagai terlapor.
Yang tidak wajar, sebab narasi
yang dibangun adalah mencampuradukkan antara Jurnal Predatory dengan tulisan
yang plagiat. Ada benang merah yang sengaja atau tidak bahwa tulisan yang
terbit di Jurnal Predatory identik dengan tulisan yang plagiat. Ini juga
mencerminkan bahwa wawasan, pengetahuan, dan skill berpikir dalam memberi
uraian sangat dangkal sekaligus menggambarkan ketikpahaman dua aspek yang
dicampurbaurkan.
Jurnal Predatory adalah indikasi
kelemahan manajemen secara keseluruhan dari suatu Jurnal yang mengejar
pemasukan dari penulis. Karena mengejar income dari penulis, maka sumber
keuangan satu-satunya berasal dari penulis. Posisi penulis menjadi “mangsa”
keuangan, pengelola Jurnal adalah pemangsa (predator), dan jurnal tempat
menulis adalah “Predatory”. Kira-kira itu gambaran sederhananya biar mampu di
spilit agar dalam menarik uraian, tidak dikotori oleh tujuan politik.
Lalu apakah ada hubungan antara
Jurnal Predatory yang dikelola oleh Predator uang penulis dengan tulisan atau
artikel yang diterbitkan di Jurnal Predatory tersebut? Hubungannya hanya satu
sisi yakni Jurnal sebagai media tempat suatu tulisan dipublikasi, dan tulisan
yang diterbitkan sebagai muatan dari Jurnal yang menerbitkan. Terkait manajemen
jurnal yang Predatory tidak ada kaitannya dengan kondisi dan isi tulisan
penulis yang diterbitkan. Dengan kata lain, jika jurnal itu Predatory itu
urusan manajemen yang tidak bisa disangkutpautkan dengan penulis dan
tulisannya. Bahwa jurnalnya Predatory tidak berarti tulisannya Plagiat, sebab
Predatory manajemen Jurnal sementara Plagiat perbuatan penulis. Tidak pernah
ketemu.
Akhirnya menjadi aneh dan tidak
wajar yang mungkin karena ketidaktahuan, orang-orang di KPK terkesan dituliskan
juga oleh orang yang tidak paham atau orang yang bertendensi politik. Jadi
pandai penulis tetapi tidak cerdas dalam memahami konten.
Pertanyaan berikutnya, apakah
suatu tulisan yang terbit di Jurnal bereputasi terindeks Scopus dengan quartil
Q1, Q2, Q3, dan Q4 tidak berpotensi ada plagiat? Jawabannya berpotensi, sebab
antara jurnal bereputasi dengan tulisan yang terbit, posisinya sama antara
Jurnal Predatory dengan tulisan yang diterbitkan. Kenapa? Sebab
jurnal bereputasi karena manajemennya kokoh dan orang-orang yang ada di balik
manajemen Jurnal bereputasi itu telah bekerja dengan baik dan apik serta tidak
menjadikan satu-satunya sumber keuangan mereka dari penulis (tidak berlaku
predator atau pemangsa). Tetapi jika penulisnya tidak kredibel bukan tidak
mungkin pada suatu saat akan ada tulisan yang terdeteksi plagiat karena
mengutip sebagian atau mengambil keseluruhan tulisan orang lain tanpa menyebut
sumbernya. Atau bisa juga terjadi auto plagiat dari seseorang yang mengutip
sebagian dari tulisan yang bersangkutan sendiri yang terbit sebelumnya tetapi
tidak menyebutkan Namanya sendiri, judul tulisannya dan jurnal di mana tulisan
sebelumnya itu dipublikasikan.
Jadi, terbiit di Jurnal Predatory
tetetapi dengan tulisan yang berkualitas maka tulisan itu tetap berkulitas
walaupun terbit pada media yang tidak bereputasi. Tidak bisa ada pernyataan
bahwa karena sebuah tulisan terbit di Jurnal Predatory sehingga tulisan itu
Plagiat. Inilah pernyataan yang sarat dengan “kebodohan” yang dibangun secara
“tendensius”. Tidak bisa juga ada pernyataan bahwa karena terbit di Jurnal
bereputasi terindeks scopus dengan quartil Q1-Q4 maka mustahil ada plagiat.
Sekali lagi Jurnal tempat menulis adalah media yang dikelolal oleh pihak lain,
dan tulisan adalah konten yang akan dipublikasi yang juga ditulis oleh orang
lain. Jadi hubungan keduanya adalah hubungan Penerbit dan Penulis. Predatory
milik dan tanggung jawab Penerbit dan tulisan Plagiat milik dan tanggung jawab
penulis.
Sekadar sebuah ilustrasi: Sebuah
tulisan berkulitas yang diterbitkan di koran lokal Palu dengan manajemen apa
adanya dengan kondisi keuangan yang amat memprihatinkan. Tulisan itu tetap
berkualitas walaupun koran tempat tulisan itu diterbitkan memprihatinkan dari
aspek manajemen dan kondisi keuangan. Tidak tepat membangun narasi bahwa karena
tulisan itu terbit di Koran lokal Palu maka tulisan itu terindikasi plagiat. Tidak
tepat pula membangun pernyataan bahwa karena tulisan itu diterbitkan oleh Koran
Nasional di Jakarta maka tulisan itu mustahil ada unsur plagiatnya. Ini yang
dimaksud dengan narasi konyol dari orang yang sangat tidak memahmi sehingga
narasinyapun dibaurkan dan dikaburkan dua terminologi yang sangat berbeda,
yakni Predatory Journal karena manajemen dan tulisan Plagiat karena perilaku
penulisnya.
Untuk membuktikan tuduhan ada
plagiat pada tulisan yang terbit di Jurnal internasional yang Predatory atau jurnal
internasional bereputasi, pada prinsipnya tidak sulit. Cukup dengan
menyandingkan dua atau lebih tulisan antara yang disebutkan terindikasi ada
plagiatnya dan tulisan mana yang dikutip atau disitasi tetapi tidak tercantum
dalam tulisan yang terindikasi plagiat itu. Ini pulalah yang akan menjadi isi
laporan ke Polda, yakni meminta pembuktian tulisan mana yang terbit di Jurnal
Predatory yang mengutip tulisan orang lain yang terbit di Jurnal sebelumnya
tetapi tidak mencantumkan sumbernya. Sebab hakikat dari plagiat, sekali lagi
adalah mengutip sebagian atau keseluruhan tulisan orang lain atau diri sendiri
(auto) tetapi tidak mencantumkan sumbernya.
Tetapi apapun itu, inilah dialog
kecil tetapi bermakna besar dalam berkehidupan
(Taqyuddin Bakri, Dosen Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Untad)
إرسال تعليق